Jumat, 05 Agustus 2016

Pengganti

Everyone is replaceable Je, katanya.

Ada seseorang yang bilang ini ke gue. Katanya supaya gak baperan. Supaya gak mudah tunduk atau menyerah ke orang lain.
Gue jadi percaya. Gue menganggap, yaaa kalau temen gue yang ini pergi nanti juga dateng yang ono. Yaaaa, kalau putus sama yang ini nanti juga ada gantinya.

Sampai kemudian beberapa bulan lalu dia pergi. Bukan, bukan pacar, gebetan, atau semacamnya. Tapi salah seorang sahabat di kantor.
Ceritanya kami itu beda sekali. Dia introvert, gue ekstrovert. Dia gak punya banyak teman di kantor, sedangkan gue temenan sama banyak orang.
Tapi apa yang menyatukan kami? I don't know. Ngopi-ngopi jam 3 sore di kantin yang melahirkan banyak cerita. Atau juga nasi jinggo dan lele bakar di malam hari yang berujung curhatan.
Soal hal-hal berat masa lalu, kerjaan, mimpi, juga soal hal remeh temeh lainnya.
Rasanya gue sanggup ngejalanin pahit-pahitnya ini kantor dan berat-beratnya kerjaan karena punya temen cerita, ya dia ini.

Sampai akhirnya dia bilang mau resign. Gue masih berpikir ya tinggal cari pengganti temen cerita. Gue putar otak, nyatanya gak ada. Gak ada penggantinya.
Tidak ada yang bisa mengerti persis apa yang gue rasakan di kantor ini. Tidak ada lagi teman berbagi mimpi soal bidang penelitian.
Begitupun dia.
Mencoret tiap tanggal di kalender, menghitung mundur kepergiannya. Lucu.
Tidak pernah melewatkan barang sekalipun kopi sore di detik-detik hari terakhirnya.
Lalu dia benar-benar pergi. Gue merasa oleng. Tepat ketika lagu All I Ask-Adelle sedang booming. Persis jadi latar kisah kami.
Sampai gue duduk di cube dia dulu, supaya gue masih merasa dia ada. Ini lucu.
Sekarang sudah sekitar empat bulan dia pergi. Persahabatan kami tidak putus. Dia masih suka jemput ke kantor sembunyi-sembunyi buat kita ngobrol di sore hari. Gue masih suka ke rumahnya untuk cerita. Kalau chat sih jangan ditanya.
Gue tidak menemukan pengganti, gue juga tidak berniat mencari pengganti. Ternyata tidak semua orang bisa diganti. Sahabat gue ini tidak tergantikan.
Dia masih yang paling mengerti soal pekerjaan ini. Dia masih orang yang paling pertama akan gue hubungi soal perasaan gue di kantor.

Kehilangan mengajarkan banyak hal.
Soal menghargai...
Memahami waktu...
Juga tentang rendah hati.
Tuhan ingin bilang lewat cara yang manis sekali.
Bahwa tidak semua orang bisa tergantikan.

*Saat matahari mulai pamit di Bima, NTB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar