Senin, 27 Mei 2019

Menyembuhkan Luka

Make out like it never happened and that we were nothing. And I don't even need your love. But you treat me like a stranger and that feels so rough. (Gotye-Somebody That I Used To Know)

Hari ini dikejutkan dengan pemandangan salah satu teman kantor yang sedang mengobrol dengan mantan isterinya. Ya, mantan isteri. Kebetulan sekarang jadi satu gedung kantor. Mereka ngobrol biasa, saling nyapa, kadang saling bagi kopi. Gue ngeliatnya bengong aja. Kok bisa ya ?

Gue juga pernah diantara dua rekan kerja yang dulu punya kisah percintaan. Satunya pria beristeri, satunya lajang. Tetapi mereka kerja biasa aja, bahkan berkolaborasi dengan baik. Mungkin udah berlalu. Tapi gue yang di tengah-tengah mereka tetap cuma bisa bengong aja dan berpikir. Kok bisa ya ?

Ada juga dua rekan kerja yang gak pernah saling nyapa. Apalagi ngobrol. Padahal mejanya sebelahan. Katanya dulu sahabatan terus musuhan karena sebuah masalah. Seperti biasa lagi-lagi gue bingung, apa rasanya cuekan gitu sama orang yang ada di sebelah kita setiap hari.

Dari semua hal yang gue liat ini, gue gak tau alasan-alasan dibaliknya. Mungkin menyembuhkan luka tidak sesederhana itu.
Berteman kembali dengan mantan isteri mungkin butuh waktu yang lama
Menegakkan harga diri karena dikhianati sampai harus bermusuhan juga mungkin bukan sikap yang mudah
Diantara kita pasti juga punya seseorang, yang dulu bisa ketawa bareng lalu sekarang seolah-olah menjadi orang asing. Bisa kekasih atau juga sahabat. Like we were nothing.
It's amazing how fast someone can become a stranger right ?
Tapi dibalik semua cerita sedih ini, I hope we have someone who was just a stranger before can mean so much to you now❤

Selasa, 08 Januari 2019

Belajar Bersyukur dari Palmerah


Bertepatan dengan adanya urusan di bilangan Kuningan, gue sekalian nyamperin temen yang bekerja di daerah sana. Sekalian makan siang niatnya.
Diajaklahnya gue makan siang di basement gedungnya. Kaget lah gue, wah maha lengkap rupanya.
Ada Aunty Anne, Family Mart, Otoya, Es Teler 77, dan masih banyak lagi. Bahkan ada Haircode. Bisa cuci blow dulu sebelum ngantor.

Sebagai kuli tinta yang berkantor di kawasan Palmerah tentu gue terpana melihat pemandangan ini. Biasanya ke Pasar Palmerah liat Kem Chicks kaget dong.
Sambil makan kami pun mengobrol.
"Gila ye kalau makan siang kek gini mulu tiap hari. Habis gaji" komentar gue
"Lah gaji gede aja habis. Apalagi gaji kecil" balas temen gue.

Lalu mengalirlah cerita temen gue kalau dulu di kantor lamanya yang tidak jauh juga dari sini gajinya habis di tahun pertama bekerja. Tidak ada yang bisa ditabung. Alasannya ? Makan siang di mal setiap hari. Sekali makan bisa 60-70 ribu. Itu baru makan siang aja, kalau pulang malam ya makan malam lagi di mall. Kelar sudah hidup.
Kala itu sulit buat dia sebagai anak baru untuk menolak ajakan orang kantor makan di luar.
Sekarang dia bersyukur pindah kantor yang budayanya beli makan nitip ke OB atau bawa bekel dari rumah.

Gue juga jadi inget cerita temen gue yang sebelumnya kerja di kampus sekarang ngantor di SCBD. Gue tanya kalau makan siang biasanya di mana. Ternyata dia sering membawa bekal setiap hari. Orang kantornya sih ngira dia hidup sehat. Padahal mah buat hemat aja haha.

Siapa sangka, berkantor di Palmerah ternyata memberi keuntungan buat warga dengan kelas ekonomi seperti gue ini. Turun KRL bisa jalan kaki ke kantor. Makan di kantin Rp 8.000 bisa dapet ikan karena penjual gak bayar sewa lapak ke kantor. Ibu-Ibu di ruangan yang suka masak bawa makanan buat dibagi. Sehingga gue sering hanya modal piring kosong. Tidak ada mall atau cafe hits di kawasan terdekat sehingga kantong aman.

Atau mungkin ini soal gaya hidup. Karena bisa jadi di mana pun kamu berada kalau anaknya emang panjat ya panjat aja. Besar pasak daripada tiang. Gengsi dulu yang penting. Perkara ngap nyicil utang belakangan.

Mari ucapkan selamat pada diri sendiri yang gaya dan lidahnya sejalan dengan isi dompet 👏