Minggu, 11 September 2016

Mengenal Diri

"Terus lo sukanya apa?"
"Lari. Sejak 10 tahun lalu."
"Beruntung ya di usia segini lo sudah tau apa yang lo suka."

Itu adalah dialog yang terjadi di kantor. Pada suatu malam habis gue berlari. Salah seorang teman kantor ngomongin diving dan ngajak gue. Kebetulan gue gak suka, gak mau aja tepatnya.
Tanggapannya lucu juga. Ternyata tau apa yang kita suka menurut orang lain adalah keberuntungan.

Sejalan dengan itu. Baru saja kemarin, gue kumpul dengan sobi-sobi semasa kuliah. Salah seorang sahabat melempar isu.
Kalau dia ngerasa hidupnya kosong. Gak punya trigger buat ngelakuin apapun. Gak tau sukanya apa. Gak tau passionnya apa.
Dari kecil dia selalu ngikut arus.
Milih sekolah, kuliah, termasuk kerjaan.
Beruntungnya dia selalu dapat yg bagus-bagus.
Apapun yang dikasi ke dia, dia kerjain. Hidupnya seperti itu.
Tapi dia pengen banget tau yang dia suka apa. Dia ngerasa pasti beda banget rasanya ngelakuin sesuatu atas dasar suka.

"Lo kalau tanya gue di mana gue 5 tahun lagi? Gue gak tau. Bahkan kalau gue gak ada juga gak apa-apa. Gue butuh sebuah alasan paling enggak buat hidup aja."

Seorang sahabat lainnya menimpali. Kalau dia juga gak tau sukanya apa. Tapi dia tau banget bahwa pekerjaannya saat ini bukan dia banget. Dia ngasi target kapan harus resign. Sekarang dia lagi mikir dan nyari tau maunya apa.

Apa tanggapan gue ? Ya cari. Passion itu gak mungkin random kan.
Gue gak mungkin tiba-tiba bangun di pagi hari terus suka socio legal.
Ya asalnya dari nyoba segala bidang waktu kuliah.
Gue juga gak mungkin lagi pup terus tiba-tiba suka lari.
Ya asalnya dari nyoba segala jenis olahraga waktu kecil.
Gue juga gak mungkin waktu SD sudah tau kalau besar nanti ingin jadi peneliti hukum.

Intinya ya cari. Terus mencari apa yang kita suka. Apa yang kita banget. Prosesnya mungkin beda-beda di tiap orang. Ada yang lama dan ada yang sebentar.
Tapi percayalah itu semua gak mungkin random.
Jadi gak mungkin tiba-tiba lo suka sesuatu. Itu pasti hasil dari pencarian.
Dari kecil kita sudah dihadapkan dengan berbagai pilihan. Kita belajar untuk memilih.
Mau sekolah di mana, les apa, atau kuliah apa.
Kita belajar untuk memilih berikut alasan dan konsekuensi logisnya.
Gue juga benci kalau orang ngerasa gak punya pilihan dalam hidupnya.
Kita semua punya pilihan, selalu. Mungkin lo takut aja buat milih.
If you don't like where you are, move. You are not a tree.

Kalau kata temen gue yg Psikolog Pendidikan, decision making itu penting banget dari kecil.
Kalau orang tua sudah mengajarkan anaknya untuk mengambil keputusan sejak kecil. Hal-hal seperti yang gue ceritakan tadi akan bisa dihindari.
Ketika orang tua memberi kebebasan bagi si anak untuk memilih. Tanyakan kenapa dan jelaskan apa konsekuensi logisnya.
Gue jadi inget salah satu sahabat yang sejak kecil dari sprei, gorden, sampai baju dipilihin sama orang tuanya.
Jadinya ketika besar dia kesusahan milih sesuatu dalam hidupnya. Dia sulit untuk memutuskan hal-hal yang terjadi di dirinya.
Tapi rasanya, sungguh tidak pantas untuk menyalahkan parenting method dari orang tua kita di usia segini.

Semakin kita kenal diri kita. Akan sangat gampang bagi kita untuk memutuskan sesuatu di diri kita.

Karena katanya Presiden Jancukers, yang ikut arus itu cuma bangkai, sampah, dan eek.

Minggu, 04 September 2016

Ibu-Ibu Nyinyir

Sibuk dan jatuh cintalah. Sehingga mulut dan tingkah lakumu gak mampu nyakitin orang lain. (Tommy Prabowo)

Ada beberapa kejadian yang menimpa gue saat bersinggungan dengan sekumpulan Ibu-Ibu nyinyir. Sehingga gue gatel buat diskusi lalu menulis tentang ini.

Mereka, ibu-ibu nyinyir ini ada aja yang komentar. Mulai dari fisik laki orang, kerjaan orang, bahkan kehidupan rumah tangga orang.
Asahan mulutnya gue rasa tajem banget sih sampai mudah banget rasanya ngina orang lain.
"Jelek banget sih pacarnya si itu hahaha"
"Ah nikahnya kemudaan sih jadi gitu kan..."
"Bego banget deh dia resign, mau dikasi makan apa isterinya"

Selalu dan akan selalu ada saja komentar mereka, tapi dari sisi negatif. Rasanya gak ada sisi positif yg bisa mereka lihat dari seseorang.
Semua orang bisa jadi korban mereka, baik dekat ataupun tidak.

Gue bingung kenapa mayoritas perempuan keknya kalau jadi Ibu-Ibu jadi nyinyir. Mereka berubah jadi rempong dan suka berkomentar jahat.
Bahkan mereka gampang banget mengejek sesama perempuan. Bukan karena memiliki latar belakang sama, jadi paling mengerti ya seharusnya.

Gue inget banget kejadian waktu Happy Salma post foto sama Cok Gus di Instagram. Tetep aja ada yg komen, "alisnya gak rapi ya"
Oh come on, itu orang sudah cantik banget ditambah suaminya ganteng banget gitu dan masih ada aja yg comment jahat yak.
Pernah juga seorang sutradara post foto sahabat ceweknya di instagram terus minta pendapat gimana kira-kira cewek ini. Komentar jahanam malah justru keluar dari perempuan.
"Bitch banget...."
"Ih kek pecun"

Temen gue bahkan ada yang gak mau foto Pre Wed karena gak mau ibu-ibu nyinyir komentar. Karena dia yakin akan pasti ada saja hal yang gak sempurna yang dilihat para ibu-ibu akan pilihan suaminya.

Sebagian dari kita pasti ada yg pernah lihat meme yang kurang lebih bilang "waspadalah sehabis nikah di gedung, pilihan asi atau susu formula akan jadi bahan gunjingan selanjutnya"
Seolah gak ada yang bisa lepas dari komentar ibu-ibu nyinyir ini.

Apa sebenarnya yang terjadi sama sejumlah Ibu-Ibu Nyinyir Indonesia ini ?
Kalau dari hasil ngobrol gue sama sejumlah orang. Ada yang bilang karena mereka tidak punya kultur memuji.
Sulit sekali buat mereka memuji sesama perempuan. Ada yang pakai make up dikit langsung dikatain menor apa segala macem. Padahal gue yakin maksudnya bukan itu. Mereka mau bilang cakep, kok beda gitu. Tapi gak keluar aja dari mulutnya. Padahal kalau mereka didandanin juga pasti seneng sih.

Ada juga yang bilang karena mereka sebenarnya sedang menertawakan nasib atau ketidak beruntungan mereka sendiri. Mereka ngatain fisik laki orang, mungkin karena miris kok gak dapet yang macam begitu.

Mereka mungkin juga gak puas sama hidupnya sekarang. Jadi sibuk nyinyirin hidup orang lain. Gue percaya orang kalau bahagia sama hidupnya, kecil kemungkinan nyakitin orang lain.

Heran aja, kenapa sesama perempuan kok saling menyakiti. Malah saling merendahkan kaumnya sendiri. Bahkan kalau gue liat Mas-Mas sekitaran gue lebih bisa supportive dan gak judgemental atas hidup orang lain.

Sekumpulan ibu-ibu nyinyir ini sungguh merusak perdamaian. Rasanya sulit ketemu ibu-ibu asik dan seru gitu di jaman sekarang. Entah dari berbagai alasan di atas tadi, mana yang paling cucok.

Atau mungkin mereka ternyata hanya kurang kelon....