Selasa, 17 Maret 2015

Mengubah

Di tengah-tengah waktu kerja, telepon genggam terus bergetar. Ternyata lagi ngeributin kelakuan salah satu temen gue. Ada perilakunya yang dirasa tidak pantas atau tidak sesuai dengan teman-teman lain. Tapi gak merugikan kita, cuma beda cara pandang aja.

Beberapa waktu lalu, gue juga ketemu teman lama. Ternyata dia gak berubah perilakunya, ini salah satu perilaku yang gak gue suka. Karena beda nilai atau cara pandang aja dengan gue. Kedua peristiwa ini membuat gue jadi menyadari sesuatu.

Dulu, dulu sekali rasanya kalau teman gue melakukan sesuatu yang gak pantas dengan gue pasti deh kesel bawaannya. Gue nasehati lah, gue suruh berubahlah. Gue seakan memaksa dia untuk menjalani hidup di jalan gue. Tanpa gue sadar kalau setiap orang berbeda. Mereka dibesarkan dengan orang tua yang berbeda, lingkungan yang berbeda, bacaan dan tontonan yang berbeda juga. Maka jelas nilai yang ada di diri mereka juga berbeda dengan gue. Lah, orang tinggal serumah ditambah ada hubungan darah aja pasti ada gak cocoknya kok.

Tapi gue selalu mengatasnamakan "kan gue sobinya". Gue gak pengen dia sakit hati lah, terluka lah, kenapa-napa lah. Pokoknya ingin melindungi lah. Tapi semakin tua, rasanya orang makin batu. Kok susah banget sih nurutin nasihat. Sampai akhirnya gue ada di titik, bodo amatlah, hidup-hidup dialah. Tapi emang iya kan, kita sudah sama-sama dewasa. Sudah tau baik dan buruk, pantas enggak pantas, sudah puluhan tahun menjalani hidup jadi taulah mana yang mereka banget apa enggak. Berarti sudah saatnya berhenti mencampuri hidup orang lain.

Lah terus apa gunanya teman? sahabat? Ya kalau gue sih tetap berperan sebagai seorang teman aja. Dengarkan mereka, berbagi cerita, ngelakuin hal yang kita suka. Kalau butuh pendapat baru deh ngomong, tapi di awal tetap bilang "kalau menurut gue yaaa, kalau itu gue sih yaaa". Jadi ini pakai otak gue dengan nilai-nilai yang gue percayai. Kalau udah kepentok juga sadar sendiri kan haha. At least, udah ngasitau. Sisanya urusan mereka.

Susah sih dan pasti masih ngerasa greget gitu dengan sikapnya yang gak gue suka. Tapi rasa sayang gue ke mereka jauh lebih besar dari sekedar rasa gak suka ke salah satu perilakunya. Gue masih pengen temenan sama mereka, bagaimanapun bentuknya mereka.

Lagian gue juga gak sempurna. Mereka pasti sering kesel sama kerasnya suara gue, ngototnya gue dan sakitnya keplakan tangan gue. Saling menerima lah. Cuma hal kecil gini jangan sampai merusak persahabatan. Ibarat kata ini cuma sendok nyamnyam mah. Toh ini bukan hal fundamental dan kita gak akan membentuk bahtera rumah tangga juga :p Semasih mereka gak merugikan gue atau orang lain silahkan lakukan apapun. Dibalik semua itu, masih banyak kesamaan lainnya yang bisa ngebuat kita bahagia bareng.

Salah satu episode di Friends bisa menggambarkan semua ini. Waktu Phoebe menganggap roh ibunya ada di badan seekor kucing. Cuma Ross yang berani membentak Pheb buat sadar. Ternyata Pheb tau kok yang dia lakukan gila dan dia bilang ke Ross "Be a friend, be supportive".




Tidak ada komentar:

Posting Komentar