Kamis, 22 Februari 2018

Jadi siapa yang bayar ?

If you go on a date with a guy and you don’t offer to pay your share, you weren’t taught right. But if you go on a date and he doesn’t pay, he wasn’t taught right!' - Matthew Hussey

Pagi-pagi sobi lelaki gue di Bali ngabarin kalau punya pacar baru. ALHAMDULILLAHHHHH teriak gue. Eits tapi ternyata ada lanjutannya. Dia cerita kalau dia mulai dari nol lagi. Secara dulu doi sempet pacaran lama banget terus putus. Terus dia bilang kalau keluar uang lagi. Eh..eh...maksudnya gimana nih cuy.

Jadi temen gue ini bombastis lah keluar uang tiap nge-date. Hampir sejuta tiap pacaran. Kalau nge-date tiap wiken berarti sebulan 4 jeti dong ya. Itu mah ngelebihin UMR provinsi namanya.
Gue bilang, kenapa gak split bill kan ceweknya juga kerja. Katanya gak enak lah kan gue laki. Walau sebenernya berat juga.
Sobi gue gak enak aja ngajakin makan nasi jinggo padahal naik mobil bagus. Jadi ya hangout nya ke tempat hits mulu.
Gue teken lagi, kalau dia kerja juga dan merasa punya andil. Gue rasa gak masalah sih split bill sekali-sekali. Namanya partner.

Lalu dia mikir, iya juga ya.....

Sebagi orang yang banyak punya sobi cowok. Ini bukan pertama kalinya gue dicurhatin perkara beginian. Sebelumnya gue pernah ngobrol-ngobrol juga sama sobi lakik gue. Kalau ya lelaki tuh pasti bersyukur banget dan merasa berkah banget dapat pacar yang mengerti kondisi finansial saat ini. Gak masalah split bill lah ya ceuuu.

Indonesia ini memang kontradiktif ya. Di satu sisi patriarki sekali. Di sisi lain, mengagungkan wanita itu bak dewi yang suci banget. Gak boleh kena becek dikit, gak boleh ke luar uang pas pacaran, pokoknya wis princess bianget lah.
Tapi ya teriak-teriak kesetaraan juga. Double standard.

Gue pernah baca sih kalau:
when it comes to a couple, no matter if they're on a first date or whether they've been together for years, the important thing to remember is equality

Gue personally, sangat tidak masalah split bill. Gue kerja gitu, punya uang sendiri. I can pay my own bill. Ini bentuk harga diri gue juga sih. Kalau gue bukan perempuan gak modal petantang petenteng doang. Pacaran bukan jalan ke luar agar bisa makan atau jalan-jalan gratis bos. Tapi satu hal yang perlu ditekankan, perempuan tidak menolak chivalry ya. Tetap senang kok kalau ada lelaki gentle *kode*

Cobalah sebagai perempuan jangan hanya ingin dimengerti. Gimana kalau ada di posisi laki deh. Gaji gak seberapa juga. Masih harus ngidupin diri sendiri. Sama dengan kita kok. Jangan lupa juga, mereka punya orang tua yang ingin mereka bahagiakan. Persis seperti kita.
Mereka juga pasti ingin memberikan yang terbaik kok buat pasangannya, yaitu kita.
Hanya kultur patriarki ini membuat beban tanggung jawab di lelaki aja. Perempuan seolah tinggal duduk manis cantik.
Kalau terus begini, kapan kita, perempuan dipandang oke ?
Don't marry rich, be rich!
Gue sih seneng banget ya liat perempuan kaya raya atas usaha sendiri bukan hadiah lelaki. Rasanya gimana gitu.
Kek, njir! Gokil ini cewek.
Harus lah punya harga diri. Mandiri secara finansial (mental juga jangan lupa)

Kalau memang menuntut kesetaraan jangan yang soal enak-enaknya aja. Perkara uang atau yang susah gini ya juga harus setara. Betul ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar