Jumat, 15 April 2016

Atas Nama Sayang

Ada yang bilang pisahin kehidupan pribadi dan pekerjaan. Jangan berteman dekat sama orang di kantor. Jangan cerita masalah pribadi sama rekan kerja. Be profesional, katanya. Kerja ya kerja aja. Gak perlu melibatkan kehidupan pribadi.

Tapi gimana caranya ? lima hari dalam seminggu, bahkan bisa lebih. Sehari juga bisa lebih dari delapan jam bareng. Gimana caranya gak berteman dekat ? Gimana caranya gak berbagi ? Secara mereka yang kita temuin setiap hari.

Berbagai hal di kehidupan gue dan beberapa teman yang seangkatan (gue akan sebut sebagai "kami" saja untuk lebih lanjut) selalu dikomentarin. Apapun. Ketika pacaran, nikah, apalagi punya bayi, sampai hal gak penting macam semprot parfum aja dikomentarin, dihakimi, diketawain, dijadiin lelucon.

Awalnya gue mikir  apa ini karena gue yang cengeng, sensi atau letoy aja cem permen yupi. Tapi ternyata enggak. Bukan cuma gue yang ngerasain, tetapi ada beberapa orang juga yang suka jadi objek becandaan. Iya, yang masih muda-muda.

Gue berpikir bahwa ini karena gue memang suka cerita-cerita aja. Lalu gue mulai ngurangin cerita. Akan tetapi temen gue yang gak suka cerita juga kena. Ternyata bukan membagi kehidupan pribadi masalahnya. Tetapi di respon merekanya.

Gue dan beberapa orang kantor ada kok yang suka berbagi masalah yang bahkan sangat-sangat pribadi. Tetapi responnya tidak seperti mereka-mereka itu. Mereka mengerti, supportive, dan tidak mengejek. Bukannya harus selalu didukung dalam keadaan apapun. Ya yang macam gitu juga bukan teman yang baik namanya. Tapi kan bisa gak judgemental dan membandingkan. Selalu merasa hidupnya paling beres.

Maaf bukannya sexist, tapi mereka yang gue maksud mayoritas perempuan. Sedangkan mereka yang supportive dan gak judgy itu adalah laki-laki. Gue benci sebenarnya harus bandingin secara gender gini. Tapi kenyataan ngomong gini. Ya walaupun ada juga perempuan di kantor yang seiring bertambahnya umur juga makin dewasa. Tapi jumlahnya dikit, kalau pria mah rata.

Lalu mereka klaim dirinya dewasa. Tapi kelakuannya begitu. Jadi kami yang muda-muda ini harus ngalah. Lah terus jadinya yang dewasa siapa haha.

Mereka selalu mengatasnamakan sayang...peduli...makanya dengan mudahnya berkomentar dan nasehatin soal apapun yang sedang terjadi di kehidupan kami. Itu bukan sayang namanya, itu bukan peduli namanya.

Kalau sayang aturannya mengerti, kalau sayang aturannya gak judgy. Kalau peduli ya dukung. Bukan menjatuhkan, membanding-bandingkan, atau mengejek. Apa yang kalian lakukan selama ini bukan sayang atau peduli, Tapi emang rese aja.

Pertemanan itu dua arah, kalau gue tetap bertahan berarti gue juga punya andil. Makan aja bisa milih kan, apalagi teman. Sebelum kita milih tempat makan, gadget, atau liburan aja riset dulu. Apalagi yang lebih penting gini dalam hidup.

Mungkin ini saatnya menjauh dan berganti teman.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar